"NODA DI TAMAN"
Santha,15,Bitung.
Kami baru beberapa minggu bersekolah di sekolah ini, sekolah asrama. Kebanyakan dari kami berasal dari luar kota. Bangunannya sangat indah dengan arsitektur modern dan kebun yang luas tertata rapi. Tetapi, hal yang paling kami sukai adalah taman di samping gedung dekat ruang laboraturium. Pohon-pohon cemara berjejer di tepi jalan dihiasi dengan pondok di bawahnya, tempat para siswa siswi ngerumpi pada waktu kosong. Juga bunga-bunga yang berwarna-warni hampir selalu bermekaran sangat indah. Rumput-rumput pun selalu terpangkas dengan rapi sehingga kami merasa tidak tega untuk berjalan melewati taman tersebut dan menginjaknya.
Suatu hari, kami mengamati ada suatu taman di taman itu yang tanaman tidak dapat tumbuh dengan subur. Rumput-rumput terlihat kering dan bunga tidak pernah tumbuh sehingga bagian itu terlihat gersang.
Aku dan beberapa kawanku mencoba menanam beberapa biji kacang hijau dengan harapan akan tumbuh tunas keesokkan harinya. Tak lupa kami berbekal pupuk yang kami beli di toko pupuk dekat sekolah. Penjual pupuk bahkan mengatakan bahwa pupuk itu nomor satu di Jepang !
“Kakek berani jamin.Apapun yang kalian tanam, setelah kalian siram dengan baik dan kalian beri pupuk istimewaku ini, tanaman kalian akan tumbuh dengan subur.”Lelaki tua bekas petani yang kini beralih profesi menjadi pedagang pupuk itu berkata dengan penuh percaya diri.
“Benar nih kek?”Timpal Sani sambil memegang pupuk yang dimaksudkan.
“Apa kakek berani jamin pupuk kakek benar-benar berkhasiat? Bagaimana kalau ternyata tidak berhasil ? Bolekah kami mengembalikan pupuk ini dan kami minta kembali uang kami ?” Sambung Chiot sembari berkata lirih pada sang kakek.
“Percaya deh dengan kakek! Kalian pasti berhasil,” ia berkata sambil buru-buru memasukkan pupuk tersebut dalam kantong plastic yang berwarna ungu dan memberikannya kepada kami.
“Baiklah, kami beli yang ini. Terima kasi banyak kek,” aku berkata sambil menyodorkan beberapa lembar uang pada lelaki keriput yang murah senyum itu.
Keesokkan paginya dengan berbekal pupuk yang telah kami beli, dengan bersemangat kami menuju halaman sekolah. Kami bertekad untuk membuktikan pada orang-orang bahwa tanah yang tandus itu adalah pendapat yang salah. Kami akan buktikan, bahwa dengan penanganan yang tepat semuanya akan beres !
“Kau tidak kebanayakan member pupuk kan ?” Kataku pada Sani yang tengah begitu bersemangat.”Kau yakin ini adalah dosis yang tepat?”
“Aku yakin sekali. Sewaktu aku kecil, aku terbiasa membantu kakek nenek di lading.”Katanya meyakinkanku.
“Baiklah kalu begitu.”Aku segera merapikan gundukan tanah di sekitar tempat tersebut.
Beberapa orang guru dan teman kami yang kebetulan lewat tersenyum melihat kegigihan kami. Malam itu, kami hampir tidak bisa tidur. Kami semua memikirkan apa yang akan terjadi pada esok hari. Apakah akan ada kecambah yang tumbuh dari biji-biji kacang hijau kami ?
Pagi berikutnya ketika matahari belum sempurna menunjukkan sinarnya,kami bergegas ke taman. Kami berteriak gembira dengan apa yang kami lihat.
“Hei, kita berhasil! Lihat, ada tunas yang muncul!” chiot berteriak kegirangan. Kakinya yang melompat-lompat hampir saja menginjak kecambah yang baru muncul sedikit dari tanah itu. Ia segera ditarik oleh kawan-kawanku untuk menjauh.
“Iya, akhirnya kita berhasil. Mari kita beri tahukan hal ini pada yang lainnya.”seru Sani. “Wah, pak guru pasti bangga bahwa kita akhirnya berhasil membuktikan bahwa tanah ini ternyata tidak kalah subur dengan lainnya.”
Begitulah beberapa hari berikutnya, biji yang kami tanam tampak sudah mulai tumbuh menjadi tanaman kecil dengan daun-daunnya yang mungil.
Tetapi, tepat satu minggu kemudian kami terkejut ketika mendapati tanaman yang tadinya tumbuh subur, kini mulai layu. Daun-daun kecilnya telah menguning. Bahkan, tanaman lain ada yang sudah mati sebelum genap berusia satu minggu. Tetapi, biji yang kami tanam di bagian lain taman tetap tumbuh dengan normal dan subur.
Kami tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Apakah tanaman kami terserang penyakit? Jika ya, mengapa tanaman lain yang berada di dekatnya baik-baik saja dan tetap tumbuh dengan baik ?
“Apakah mungkin kalau kadar keasaman tanah di tempat tersebut terlalu tinggi ?”Umpat Chiot yang tak henti-hentinya menatap tanaman yang daunnya telah layu.
“Ah, tidak mungkin. Aku dan Pak Deki pernah mengukur tingkat keasaman tanah tersebut. Dan hasilnya ternyata baik. Juga unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Semuanya normal dan baik-baik saja.” Ujar Aris
“Tapi, aku masih penasaran nih. Bagaimana kalau kita bertanya pada Bu Sonya? Beliau kan kepala laboraturium. Jadi, pasti Beliau lebih memahami mengenai apa kemungkinan penyebab matinya tanaman kita,”Aku mengusulkan. Saat ini, hanya itulah yang terpikir olehku. Kami tak punya pilihan lain.
“Baiklah, Aku dan Aris akan menemui Bu Sonya sore ini sehabis latihan senam. Mudah-mudahan Beliau bisa membantu kita memecahkan persoalan ini.” Aris akhirnya menyanggupi sambil membereskan buku-bukunya dan bangkit berdiri.
Akhirnya, kamipun bertanya pada beberapa orang guru Biologi kami. Tetapi, mereka tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Bahkan, kami pun pernah bertanya mengenai hal itu pada seorang tukang kebun yang selalu merawat taman tersebut. Tetapi, lagi-lagi kami tidak mendapatkan apa yang kami cari. Akhirnya, kami pun melupakan hal itu, sampai pada suatu hari….
Hari itu, kami mendapat tugas sejarah dan kami diharuskan untuk bekerja kelompok membahas topik-topik yang diberikan guru.
Ketika kami sedang mencari-cari artikel lama di arsip perpustakaan sekolah, kami terkejut ketika menemukan guntingan berita dari Koran yang ditempel di sebuah album besar yang sudah mulai lapuk. Guntingan kertas itu sudah mulai kuning. Judul artikel itu berbunyi ‘Seorang Siswi Sekolah Menengah Ditemukan Tewas’. Tadinya, kami mengacuhkan berita itu. Tetapi, tak sengaja kami membaca nama sekolah yang tercantum di artikel itu. Ternyata nama sekolah itu, sama dengan nama sekolah kami !
Kami pun segera membaca artikel itu lama itu….
Ternyata, enam belas tahun yang lalu telah terjadi kecelakaan yang mengerikan di sekolah kami. Pada saat itu, ada seorang siswi yang sangat cantik. Namanya Memei Chiru. Ia berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Ayahnya bahkan salah satu donator terbesar sekolah pada saat itu.
Diceritakan kemudian bahwa Memei yang cantik jatuh cinta dengan salah seorang guru muda di sekolah. Tentu saja keluarganya menentang keras hubungan tersebut. Mereka bahkan mengancam untuk menarik kembali semua uang yang telah disumbangkan jika pihak sekolah tidak mengeluarkan guru muda tersebut. Akhirnya dengan sangat terpaksa, guru itu pun mengundurkan diri dari sekolah dan pindah ke luar kota dengan diam-diam.
Memei sangat terpukul ketika mengetahui bahwa pujaan hatinya bukan saja telah diusir oleh ayahnya dari sekolah, tapi juga pindah ke luar kota tanpa sepengetahuannya. Ia berusaha mencari tahu alamat guru muda tersebut dari pihak sekolah. Tapi tentu saja pihak sekolah, terutama pak kepala sekolah yang telah diancam oleh ayah Memei, tidak berani membocorkan alamat baru Guru muda tersebut.
Memei merasa sangat sedih. Hatinya terasa sakit. Hari-hari selanjutnya terasa tak berarti lagi. Memei yang dulu ceria kini hanya seperti mayat hidup. Jiwanya seolah telah hilang. Tak jarang beberapa orang guru dan temannya memergoki sedang termenung di kamar asrama sambil memandang jauh ke luar jendela. Pandangannya kosong dan hampa.
Orang tuanya kemudian berencana untuk memindahkan Memei ke sekolah lain di luar kota dengan harapan ia dapat melupakan kesedihan hatinya dan memulai hidup baru di tempat lain.
Tiba-tiba bencana itu terjadi….
Tepat satu hari sebelum hari kepindahannya ke luar kota, beberapa orang murid yang sedang bermain di taman terkejut ketika melihat seorang siswi berpakaian lengkap memanjat kea tap gedung sekolah. Mereka tidak dapat melihat dengan jelas wajah siswi tersebut. Semua orang berteriak-teriak menyuruh siswi tersebut turun. Tetapi, ia tak memedulikannya. Ia berjalan terus ke arah tepi sebelum akhirnya berhenti dan menatap lurus ke depan. Sejenak ia berdiri mematung. Sementara itu, guru-guru sudah dipanggil dan mereka segera berhamburan ke taman.
Sebelum mereka menyadari apa yang sedang terjadi, tiba-tiba siswi di atas atap itu berteriak keras dan menengadahkan wajahnya ke langit. Ia membentangkan tangan lebar-lebar seperti mengambil ancang-ancang . Detik berikutnya ia meloncat dari atas atap dan tubuh mungilnnya melayang di udara.
Tubuh itu segera membentur tanah. Mereka semua terkejut ketika mengetahui bahwa itu Memei Chiru yang akan pindah esok. Orang tua Memei segera dihubungi. Sebelum orang tuanya datang, Memei sudah menghembuskan napasnya yang terakhir…
Beberapa hari kemudian, pihak sekolah mengadakan upacara khusus untuk mendoakan arwah Memei. Berbagai karangan bunga diletakkan di taman dekat laboraturium, bagian di mana tanaman tidak pernah dapat tumbuh subur. Tanah yang tidak dapat memberikan kehidupan untuk tanaman yang ditanam di atasnya. Seperti juga kehidupan cinta yang tak pernah dimiliki Memei Chiru.
Baca Selengkapnya...