“BAYANGAN KEMATIAN”

Santha, 15, Bitung.
Aku takut pada cermin !
Terutama pada setiap bayangan orang yang terpantul di dalamnya…

Hari sudah siang ketika aku dan Mia, teman sekelasku, pulang dari sekolah. Rumah kami berdekatan sehingga hampir setiap hari kami pergi dan pulang sekolah sama-sama. Dalam perjalanan pulang, kami memutuskan untuk mampir ke mal terdekat. Mia ingin membeli beberapa perlengkapan sekolah.
Sewaktu kami melewati sebuah butik pakaian, secara kebetulan aku menoleh ke arah kaca etalase. Napasku tersentak. Aku dapat melihat bayanganku sendiri di kaca itu, tetapi di sampingku bukan bayangan Mia, melainkan ayahnya. Beliau terlihat pucat dan sedih.
Jantungku berdegup keras. Aku teringat kembali peristiwa yang ku alami beberapa bulan sebelumnya bersama bibi. Aku tak tahu, apakah hal yang sama akan terulang lagi ? Aku tak berani mengucapkan sepatah kata pun tentang hal itu pada Mia. Aku tak ing9in ia sedih memikirkan hal-hal yang belum tentu akan terjadi.
Malam itu, aku baru saja akan pergi tidur ketika tiba-tiba telepon berdering. Ketika ku angkat, terdengar suara Mia. Ia tersedu-sedu. Aku langsung merasakan firasat yang buruk. Di sela isak tangisnya, ia brkata terbata-bata.” SiL, ayahku….” Ia tak dapat melanjutkan kalimatnya. Ia hanya terisak pelan.
“Ada apa dengan ayahmu? Apa yang terjadi?” Mendadak aku merasa gugup dan tegang. Tanganku gemetar.Pikiranku benar-benar kalut. Apakah ini …?
Tidak mungkin ! jangan !
Belum sempat aku berpikir lebih jauh, isakan Mia kembali terdengar.
“Ayahku tak sadarkan diri. Beberapa saat yang lalu, ia mendapat serangan jantung. Kini. Ia sedang dalam perjalanan ke rumah sakit.”
Aku tersentak kaget. Seketika tubuhku lunglai dan jantungku berdegup tak karuan . Oh… Tuhan, jangan biarkan firasatku menjadi kenyataan,doaku dalam hati.
“Mia, kita berdoa saja, semoga Beliau tidak apa-apa,” kataku sambil menarik napas panjang.
“Suster yang merawat ayahku mengatakan bahwa Beliau dalam kondisi kritis karena terlambat diberikan pertolongan,” Mia berkata lirih sambil terus terisak.
Aki tak bisa mengatakan apa-apa lagi, selain menghibur sahabatku itu. Malam harinya aku berdoa semoga firasatku meleset dan segalanya akan baik-baik saja. Aku sungguh-sungguh berusaha menghibur diriku diriku sendiri bahwa apa yang ku lihat hanya halusinasiku dan tidak ada sangkut-pautnya dengan apa yang telah terjadi pada ayah Mia. Tapi, semakin aku meyakinkan diriku sendiri, semakin besar keraguan yang tumbuh jauh di lubuk hati bahwa apa yang terjadi sebelumnya akan terulang kembali.
Keesokkan harinya, aku kembali mendapat kabar dari Mia. Ia mengabarkan bahwa ayahnya telah meninggal dunia malam itu juga. Aku sangat sedih mendengarnya. Terlebih karena aku telah mendapat pertanda tentang hal itu sebelumnya, tapi tak ada yang dapat kulakukan untuk mencegahnya. Apakah ini suratan takdir? Apa gunanya aku mendapatkan firasat itu, jika aku sendiri tak dapat melakukan apa-apa .Mengapa? Mengapa? Beribu tanda tanya berkecamuk dalam benakku, tapi aku sungguh tak kuasa untuk menjawab. Semua peristiwa ini benar-benar membuatku stress !
Semenjak peristiwa itu, aku masih mendapat penglihatan-penglihatan lain yang sering membuatku merasa bersalah, sedih dan takut. Tak jarang aku menemukan bayangan-bayangan menyeramkan dari orang-orang di sekelilingku yang tak kukenal. Entah itu bayangan pedagang sayur yang kebetulan lewat di depanku atu bahkan, seekor kucing liar yang melintas di hadapanku. Semua bayangan mereka sungguh membuatku merana.!
Aku hanya bertanya-tanya , kapan kiranya, suatu hari nanti, aku akan melihat bayangan kematianku sendiri. Apakah hari ini? Besok? Lusa? Ataukah tahun depan? Atau bahkan sesaat lagi?
Aku hanya berharap semoga aku siap menghadapi hari itu.
Hari ketika bayanganku menjadi kenyataan…..

0 Response to "“BAYANGAN KEMATIAN”"

Posting Komentar

Powered by Blogger